WhatsApp Image 2025 10 01 At 15.49.55

Kisah Syifa, Siswa Tunanetra yang Bercita-Cita Jadi Relawan PMI

KOTA SUKABUMI – Senyum Syifa merekah siang itu. Gadis tunanetra berusia 14 tahun ini baru saja selesai mengikuti simulasi evakuasi gempa bumi bersama teman-temannya di SLB Budi Nurani, Kota Sukabumi, Rabu (1/10/2025). Di balik keterbatasannya, Syifa menyimpan semangat besar: tidak hanya ingin selamat saat bencana, tapi juga ingin kelak menjadi relawan yang bisa menolong orang lain.

“Dulu kalau ada gempa saya hanya bisa diam, bingung, tidak tahu harus bagaimana. Tapi sekarang saya tahu harus tetap tenang, pegang tongkat, dengar aba-aba suara, dan jalan ke titik kumpul,” kata Syifa dengan suara pelan namun penuh keyakinan. “Saya ingin suatu hari bisa jadi relawan PMI juga, supaya bisa bantu orang lain yang butuh.”

Kegiatan edukasi dan simulasi kesiapsiagaan bencana ini digelar oleh Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Sukabumi dalam rangka memperingati Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Fokusnya adalah membekali siswa disabilitas, khususnya dengan keterbatasan penglihatan, agar mampu melakukan evakuasi mandiri saat terjadi bencana.

Bagi Syifa, gempa bukan hal asing. Ia sering merasakan guncangan ketika berada di sekolah. Namun keterbatasan penglihatan membuatnya bingung, bahkan takut. Setiap getaran terasa lebih menakutkan karena ia tidak bisa melihat kondisi sekeliling.

Hari itu menjadi titik balik. Bersama teman-temannya, Syifa belajar mengenali tanda bahaya dengan indra non-visual, menggunakan tongkat untuk menuntun langkah, hingga mengikuti suara pendamping menuju jalur aman. “Hari ini saya senang sekali, karena dapat ilmu baru yang bisa menyelamatkan diri. Saya jadi lebih berani,” ujarnya sambil tersenyum

Ketua Bidang Penanggulangan Bencana PMI Kota Sukabumi, Imran Whardhani, menegaskan bahwa semua orang berhak mendapatkan akses edukasi kebencanaan. “PMI berupaya agar tidak ada yang tertinggal dalam kesiapsiagaan bencana. Kelompok disabilitas pun harus punya pengetahuan dan keterampilan untuk melindungi diri. Inilah makna inklusi dalam pengurangan risiko bencana,” ujarnya.

Menurut Imran, simulasi di SLB Budi Nurani menekankan evakuasi mandiri dan evakuasi kelompok. Para siswa tidak hanya diajarkan bergerak sendiri sesuai kemampuan, tetapi juga berlatih bekerja sama dengan pendamping. “Dengan latihan rutin, kami berharap mereka semakin tangguh, percaya diri, dan mampu menghadapi situasi darurat,” tambahnya.

Pihak sekolah menyambut baik inisiatif PMI ini. Pupun Tursina, perwakilan dewan guru SLB Budi Nurani, menyebut kegiatan tersebut memberi manfaat besar bagi siswanya. “Anak-anak tidak hanya mendapatkan teori, tetapi praktik nyata. Kami sangat berterima kasih, karena mereka jadi tahu langkah-langkah penyelamatan sesuai dengan kondisi masing-masing. Ini bekal berharga bagi masa depan mereka,” ungkapnya.

Bagi Syifa, pengalaman ini tidak hanya menumbuhkan rasa percaya diri, tapi juga memantik sebuah cita-cita. Ia ingin menjadi relawan, seperti orang-orang PMI yang hari itu membimbingnya. “Kalau saya bisa belajar menyelamatkan diri, saya juga ingin bisa menolong orang lain. Jadi relawan itu cita-cita saya,” ucapnya dengan raut wajah penuh semangat.

Harapan Syifa menjadi pengingat bahwa kesiapsiagaan bukan sekadar keterampilan teknis, tapi juga tentang menumbuhkan empati, keberanian, dan kepedulian pada sesama.

Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye nasional Bulan PRB dengan tema “Tangguh Rek!”, yang menekankan kolaborasi dan inklusi untuk membangun masyarakat yang siaga dan tangguh menghadapi bencana.

Di tengah suara riuh simulasi evakuasi, kisah Syifa mengajarkan bahwa ketangguhan bisa lahir dari keterbatasan, dan cita-cita besar bisa tumbuh dari pengalaman sederhana: belajar menyelamatkan diri.

Kisah Syifa, Siswa Tunanetra yang Bercita-Cita Jadi Relawan PMI

KOTA SUKABUMI – Senyum Syifa merekah siang itu. Gadis tunanetra berusia 14 tahun ini baru saja selesai mengikuti simulasi evakuasi gempa bumi bersama teman-temannya di SLB Budi Nurani, Kota Sukabumi, Rabu (1/10/2025). Di balik keterbatasannya, Syifa menyimpan semangat besar: tidak hanya ingin selamat saat bencana, tapi juga ingin kelak menjadi relawan yang bisa menolong orang lain.

“Dulu kalau ada gempa saya hanya bisa diam, bingung, tidak tahu harus bagaimana. Tapi sekarang saya tahu harus tetap tenang, pegang tongkat, dengar aba-aba suara, dan jalan ke titik kumpul,” kata Syifa dengan suara pelan namun penuh keyakinan. “Saya ingin suatu hari bisa jadi relawan PMI juga, supaya bisa bantu orang lain yang butuh.”

Kegiatan edukasi dan simulasi kesiapsiagaan bencana ini digelar oleh Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Sukabumi dalam rangka memperingati Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Fokusnya adalah membekali siswa disabilitas, khususnya dengan keterbatasan penglihatan, agar mampu melakukan evakuasi mandiri saat terjadi bencana.

Bagi Syifa, gempa bukan hal asing. Ia sering merasakan guncangan ketika berada di sekolah. Namun keterbatasan penglihatan membuatnya bingung, bahkan takut. Setiap getaran terasa lebih menakutkan karena ia tidak bisa melihat kondisi sekeliling.

Hari itu menjadi titik balik. Bersama teman-temannya, Syifa belajar mengenali tanda bahaya dengan indra non-visual, menggunakan tongkat untuk menuntun langkah, hingga mengikuti suara pendamping menuju jalur aman. “Hari ini saya senang sekali, karena dapat ilmu baru yang bisa menyelamatkan diri. Saya jadi lebih berani,” ujarnya sambil tersenyum

Ketua Bidang Penanggulangan Bencana PMI Kota Sukabumi, Imran Whardhani, menegaskan bahwa semua orang berhak mendapatkan akses edukasi kebencanaan. “PMI berupaya agar tidak ada yang tertinggal dalam kesiapsiagaan bencana. Kelompok disabilitas pun harus punya pengetahuan dan keterampilan untuk melindungi diri. Inilah makna inklusi dalam pengurangan risiko bencana,” ujarnya.

Menurut Imran, simulasi di SLB Budi Nurani menekankan evakuasi mandiri dan evakuasi kelompok. Para siswa tidak hanya diajarkan bergerak sendiri sesuai kemampuan, tetapi juga berlatih bekerja sama dengan pendamping. “Dengan latihan rutin, kami berharap mereka semakin tangguh, percaya diri, dan mampu menghadapi situasi darurat,” tambahnya.

Pihak sekolah menyambut baik inisiatif PMI ini. Pupun Tursina, perwakilan dewan guru SLB Budi Nurani, menyebut kegiatan tersebut memberi manfaat besar bagi siswanya. “Anak-anak tidak hanya mendapatkan teori, tetapi praktik nyata. Kami sangat berterima kasih, karena mereka jadi tahu langkah-langkah penyelamatan sesuai dengan kondisi masing-masing. Ini bekal berharga bagi masa depan mereka,” ungkapnya.

Bagi Syifa, pengalaman ini tidak hanya menumbuhkan rasa percaya diri, tapi juga memantik sebuah cita-cita. Ia ingin menjadi relawan, seperti orang-orang PMI yang hari itu membimbingnya. “Kalau saya bisa belajar menyelamatkan diri, saya juga ingin bisa menolong orang lain. Jadi relawan itu cita-cita saya,” ucapnya dengan raut wajah penuh semangat.

Harapan Syifa menjadi pengingat bahwa kesiapsiagaan bukan sekadar keterampilan teknis, tapi juga tentang menumbuhkan empati, keberanian, dan kepedulian pada sesama.

Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye nasional Bulan PRB dengan tema “Tangguh Rek!”, yang menekankan kolaborasi dan inklusi untuk membangun masyarakat yang siaga dan tangguh menghadapi bencana.

Di tengah suara riuh simulasi evakuasi, kisah Syifa mengajarkan bahwa ketangguhan bisa lahir dari keterbatasan, dan cita-cita besar bisa tumbuh dari pengalaman sederhana: belajar menyelamatkan diri.

Scroll to Top